Gambaran PKR yang Ideal dan Praktik
yang terjadi dilapangan
Praktik
mengajar dengan merangkap kelas bukan hal yang asing lagi di negara kita ini.
Perangkapan kelas juga bukan monopoli SD yang di desa / di daerah terpencil
saja. Dan bukan saja di karenakan kekurangan guru. Di daerah perkotaan dan di
SD yang gurunya relatif cukup , juga sering diketemukan praktik perangkapan
kelas. Alasan yang sering muncul adalah guru yang berhalangan hadir.
A. Praktik mengajar
kelas rangkap di lapangan.
Bacalah
dengan baik peristiwa yang di sajikan dalam kotak 1, yang merupakan hasil
pengamatan di sebuah SD dimana seorang guru sedang mengajar kelas rangkap.
Kotak 1
Ibu
Indri (bukan nama sebenarnya) mengajar di kelas 3 dan kelas 5. Murid dari kedua
kelas tersebut berada pada ruang kelas masing-masing, tetapi masih
bersebelahan. Pelajaran dimulai pukul 07.30. Ibu Indri pertama masuk dikelas 3
dan mulai mengabsen muridnya. Tiba-tiba Nico baru saja datang, dialog terjadi karena keterlambatan
salah satu murid tersebut. Kegiatan bu Indri berikutnya adalah menjelaskan
pelajaran matematika. Sekali-kali berhenti dan bertanya pada murid apakah ada
yang belum mengerti. Kemudian ia member soal-soal di papan tulis . Setelah itu,
Ibu Indri masuk ke kelas 5 . Dikelas 5 ia juga mengabsen murid dengan cara yang
tidak berbeda dengan apa yang dilakukan dengan kelas 3. Bahkan terjadi dialog
yang agak panjang karena Salma salah satu murid kelas 5 tidak hadir. Beberapa murid ditanya bu Indri tidak ada yang
mengetahui keberadaan Salma. Tapi tiba-tiba Martha cerita kalau pulang sekolah
kemarin bersama Salma, ia badannya panas dan hidungnya mengeluarkan darah.
Kemudian
bu Indri menjelaskan pelajaran Bahasa Indonesia untuk hari itu. Seperti yang
dilakukan di kelas 3 tadi , setelah bu Indri menjelaskan dan memberi kesempatan
bertanya pada murid-murid kelas 5 lalu menulis beberapa soal di papan tulis dan
menyuruh para murid mengerjakannya secara individual.
Ibu
Indri kembali lagi ke kelas 3 menanyakan apakah mereka sudah selesai
mengerjakan soal matematika. Kemudian bu Indri menyuruh beberapa murid untuk
bergiliran maju ke depan mengerjakan soal matematika . Kemudian bu Indri
menyuruh beberapa murid untuk bergiliran maju kedepan mengerjakan soal matematika
dan secara bersama-sama dengan murid bu Indri memeriksa jawaban murid. Semua
murid dianjurkan mencocokkan dengan jawaban di papan tulis . Sebelum istirahat
bu Indri kembali memberi
soal matematika sebagai PR. Selanjutnya bu Indri kembali masuk ke kelas 5. Apa
yang di lakukan di kelas 3. Mula-mula murid di suruh maju ke depan mengerjakan
soal, memeriksa bersama dan pada akhirnya murid di suruh mencocokkan
pekerjaannya
dengan jawaban di papan tulis. Bu Indri kembali memberi soal untuk di kerjakan
di rumah, dan selesailah pelajaran bahasa Indonesia hari itu.
Setelah
anda selesai membaca dengan seksama praktik pembelajaran yang dilakukan bu
Indri. Dapatkah anda menarik kesimpulan ?
Bu
Indri sebenarnya tidak melakukan pembelajaran kelas rangkap. Bu Indri melakukan
pembelajaran bergilir. Ia mengajar secara bergilir dari kelas satu ke kelas
lain dan kembali lagi. Kegiatan belajar mengajar berlangsung tidak serempak.
Apa yang dilakukan Bu Indri di kelas 3dan di kelas 5 hampir tak ada bedanya.
Materinya memang berbeda tetapi strategi pembelajarannya sama. Hal ini berarti
bahwa bu Indra melakukan pembelajaran
duplikasi.
Bila
kita cermati ilustrasi pada kotak 1, bagaimana bu Indri memulai pelajaran? Ya
betul, bu Indri mengabsen murid bahkan pada saat ada murid yang tidak hadir
terjadi dialog panjang dengan murid-murid lain. Belum waktu yang hilang pada
saat bu Indri mondar-mandir. Tanpa di sadari oleh bu Indri telah terjadi
pemborosan waktu.
Pembelajaran
berlangsung seragam, dalam waktu yang sama untuk semua murid. Proses
pembelajaranpun berlangsung sederhana, mulai dari menerangkan,memberi soal,mengerjakan soal, menyuruh murid
maju ke papan tulis . Pembelajaran ini terkesan monoton.
Kontak
psikologis antara guru dengan murid sangat terbatas . Guru memang menanyakan kepada
murid : “ Siapa yang belum mengerti ?”, “Siapa yang betul?”. Tetapi pertanyaan
seperti itu tidak dapat mendorong siswa aktif dan langsung diantara sesama
murid . Lebih-lebih tidak ada upaya bu Indri untuk mengelilingi kelas dan
mendatangi murid yang sedang mengerjakan soal.
Agar
anda dapat membandingkan dengan praktik pembelajaran yang pertama, maka bacalah
kembali dengan seksama kesan pada ilustrasi berikut ini.
Kotak 2
Bapak Suruan hari itu memulai
pengajarannya di kelas 4. Setelah mengucapkan salam dan mengarahkan murid,
kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid mengeluarkan buku catatan. Jam pertama
adalah pelajaran IPS . Pak Suruan kemudian menyalin salah satu bahan pelajaran
IPS dan sementara menulis di papan tulis Pak Suruan mengingatkan supaya
anak-anak juga mulai menyalin.
Kurang lebih 15 menit, pak Suruan
telah selesai menyalin kemudian mengingatkan anak-anak untuk menyalin dengan
rapi dan berpesan jangan ramai karena bapak akan mengajar juga di kelas 5.
Selanjutnya pak Suruan masuk ke kelas
5 dan memberikan pelajaran IPA, tentu saja waktu untuk kelas 5 sudah terulur
selama kurang lebih 15 menit . Kemudian pak Suruan menyuruh murid-murid
mengeluarkan buku catatan dan disuruh menyalin bahan pelajaran IPA yang sedang
ditulis pak Suruan di papan tulis sampai selesai.
Semua yang dilakukan oleh pak Suruan
di dua kelas tadi di sebabkan karena murid-murid tidak mempunyai buku. Buku
milik gurupun sangat terbatas sekali dan itupun termasuk buku-buku lama. Di
sekolah tersebut juga tidak mempunyai alat peraga , apalagi alat-alat IPA.
Setelah anda membaca cuplikan
praktik pembelajaran yang dilakukan oleh pak Suruan, maka anda dapat menemukan
jawaban mengapa sebagian besar murid-murid di kelas 4 dan kelas 5 tidak dapat
membaca ? padahal tulisan mereka banyak yang baik dan rapi.
Kebisaan menyalin bahan pembelajaran
yang dilakukan oleh murid-murid yang mungkin sudah berlangsung lama sejak di
kelas rendah mengurangi, bahkan dapat menghilangkan kesempatan untuk membaca.
Kalau saja pak Suruan dapat lebih kreatif
atau mau berusaha, maka sebenarnya pak Suruan bisa menyuruh beberapa murid yang
mempunyai tulisan baik untuk menulis salah satu bahan ajar sebagai PR. Kemudian
esoknya di bagikan kepada semua murid dan kemudian menyuruhnya membaca dengan
keras atau dalam hati.
Sebenarnya mengajar kelas rangkap
bukan suatu keadaan yang pantas dituduh sebagai penyebab rendahnya kemampuan
murid rendah. Ketidakmampuan guru dan enggannya guru berupaya lebih keras untuk
membelajarkan siswa lebih pantas dikatakan sebagai penyebab utamanya.
B.
PKR
yang ideal atau yang diinginkan
Mari
kita kembali mengkaji ilustrasi tentang PKR yang dilaksanakan di Sekolah Dasar.
Ilustrasi ini memang bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat
menggambarkan unsure-unsur penting dalam PKR sehingga anda dapat menyimpulkan
perbedaan-perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.
Kotak
3
Mungkin tidak banyak
yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami kekurangan
guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah
yang dialami oleh Pak Theo.
Hari itu Pak Theo
mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua tingkatan
kelas yang berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang
bersamaan. Mata pelajaran kedua kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran
matematika dan kelas 6 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Murid kelas 5 duduk
dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri.
Masing-masing kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid.
Papan tulispun digunakan untuk kedua tingkat kelas tersebut.
Pak Theo memulai
pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah dan senyum
yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak
tentang pengalaman mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu
murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tentang pengalamannya saat
berangkat ke sekolah tadi. PakTheo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan
murid lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid
kelas 5 mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus
berangkat setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah
Selanjutanya Pak Theo
memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua
kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana ( bahan bacaan ) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran. Murid
kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tentang pengalamnnya saat berangkat ke
sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi kesempatan murid yang
lan untuk menceritakan pengalaman yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5
mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat
setengah enam pagi karena rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus
berjalan kaki.
Selanjutnya Pak Theo
memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua
kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana ( bahan bacaan ) dan meminta
agar wacana itu dibaca di kelompok masing-masing secara bergiliran.
Apa yang harus
dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo.
Murid-murid diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan
bertanya jika ada yang belum jelas. Semnetara murid membaca, Pak Theo
memantau setiap kelompok dan mencocokkan jumlah murid yang hadir dengan
daftar absent kelas.
Selama murid-murid
bekerja Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila ada yang
mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat
tangan dan menyatakan bahwa kelompoknya
sudah selesai mengerjakan tugas Bahasa Indonesia, kemudian Pak Theo
meminta salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu kelompok
di kelas 5 yang sedang tadi untuk membantu salah satu kelompok di kelas 5
yang sedang menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta
membantu kelompok lain yang juga mengerjakan tugas Bahasa Indonesia.
Wacana / bahan bacaan
itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah jembatan dari bamboo
secara gotong royong. Berapa jumlah bamboo, tali, berapa lama waktu
penyelesaian dengan sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika
air naik sekian banyak pekerja, berapa biaya yang diperlukan, berapa
persensumbangan masyarakat setempat, dan sebagainya, sengaja dimasukkan dalam
wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk Bahasa Indonesia, apa arti
kata-kata musyawarah mewakili, rumpun,
curah hujan dan sebagainya.
Waktu yang diberikan
untuk menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia dan Matematika berbeda. Sementara
kelas 5 masih menyelesaikan tugas Matematika, Pak Theo membahas tugas Bahasa
Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar.
Beberapa saat kemudian murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan tugas
Matematika. Pak Theo membahasnya dan setiap kelompok juga mendapat giliran
mengerjakan di papan tulis. Murid yang lain diminta mencocokkan dengan
jawaban yang benar di papan tulis.
|
Kotak
4
Seperti halnya Pak
Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas yaitu kelas 4
dan kelas 3. Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo. Bu Ningsih
memanfaatkan sudut ruang kelas sebagai sudut
sumber belajar. Di sudut itu
disamping ada buku pelajaran ada buku bacaan.
Di sudut yang lain
juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai sudut IPA, karena ada tanaman dalam pot-pot kecil,
botol-botol, kupu-kupu, dan belalang diawetkan, gambaran bagian tubuh
manusia, gambar hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik
seperti lampu, battery, kabel, dan sebagainnya.
Bu Ningsih mulai
pelajaran dengan mengucapakan salam dan menanyakan kabar anak-anak dan juga
dan juga orang tua mereka. Kemudian menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh
murid kelas 4 dan kelas 3. Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut
belajar yang ada buku-buku dan benda-benda lainnya. Disana ada toples berisi
gulungan kertas dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang
didapatnya.
Beberapa saat
kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya. Sementara itu
Bu Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus, bagaimana
ikan itu bernafas, dimana ia hidup, bagaimana berkembang biak dan bagaimana
ikan tersebut mempertahanakan hidupnya jika air kering. Bu Ningsih juga
bertanya kepada anak-anak bagaimana cara menangkap alat-alat yang dapat
digunakan untuk menangkap ikan tersebut.
Setelah tanya jawab
tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian Bu Ningsih meminta anak-anak
untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak menekuni
gambar masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjungin murid kelas 3 yang masih menyelesaikan
tugasnya, Bu Ningsih memantau dan memberikan pujian. Kemudian Bu Ningsih
meminta anak-anak kembali ke bangku masing-masing dan menjelaskan pelajaran
matematika. Selanjutnya menulis soal matematika di papan tulis, masing-masing
diminta mengerajakannya.
Bu Ningsih
selanjutnya memantau pekerjaan anakkelas 4 dan mengumpulkannya. Selanjutnya ia
menerangkan pelajaran Bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif.
Selanjutnya anak-anak diminta membuat karangan singkat dengan menggunakan
kata yang berlawanan dan berakhiran. Siapa yang sudah selesai boleh menuju
sudut belajar yang ada buku-buku bacaan
Bu Ningsih kembali ke
murid kelas 3, memantau pekerjaan murid secara bergilir, mebantu murid yang
mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan kembali pada murid yang
mengalami kesulitan, memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi
sebagai PR.
|
Dengan
membaca dua peristiwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh Pak Theo dan Bu
Ningsih, Anda telah mendapat gambaran yang memadai tentang praktik PKR yang
semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Baiklah marilah
kita bahas bersama mengapa kelas Pak Theo dan Bu Ningsih lebih baik bila
dibandingkan praktik perangkapan kelas yang anda baca terdahulu.
1. Kelas
tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya,
tetapi hampir tak ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti
itu dengan tujuan agar murid termotivasi dan secara mental siap menerima
pelajaran hari itu.
2. Proses
belajar berlangsung serempak, apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada
dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu serius, sebab ketika guru
menerangkan murid dari kelas lain berada disudut ruang yang lain. Tidak ada
pembosanan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.
3. Guru
memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar. Sudut
sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid
dapat mempraktikan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.
4. Murid
aktif, konsep CBSA yang sebenarnya nampak. Murid tidak hanya aktif secara
individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih dahulu
dimanfaatkan untuk membantu temannya ( tutor sebaya ) atau membantu kelas
dibawahnya (tutor kakak )
5. Adanya
asas kooperatif-kompetitif, murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika
guru menyanyakan siapa yang sudah selesai lebih dulu akan mendapat nilai
tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai duluan
boleh membaca buku-buku bacaan, dsb
6. Belajar
dengan pendekatan PKR yang benar, sangat menyenangkan . Belajar sambil bermain,
main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas
rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang
menjadi tugas mereka masing-masing.
7. Ada
perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat. Pada yang lambat guru
membantu murid yang mengalami kesulitan, bahkan guru menjelaskan lagi
bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas
ekstra, misalnya murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi
soal-soal baik mata pelajaran yang baru saja dijelaskan maupun mata pelajaran
lain.
8. Sumber
belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas, guru PKR dapat
melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan sekolah dan lingkungan
sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat
memupuk tanggung jawab murid dan sara memiliki terhadap kelas dan sekolah
mereka.
9. Prinsip
perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas atau
lebih dalam satu ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan. Tetapi
perangkapan kelas juga berarrti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau
lebih dalam satu wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu (
integrated )
10. Guru
dapat memanfaatkan sumber daya yang ada dilingkungan murid. Misalnya ketika
guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap iklan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan
sekitar, kemudian murid diminta menggambar alat tersebut.
Setelah
dapat membedakan PKR yang ideal dan yang terjadi dilapangan. Mari kita menyimak
peranan guru PKR tersebut.
1. Sebagai
perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang
dari kurikulum yang berlaku bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah
terpencil yang serba sulit dan serba kurang, tidak semua butir yang tercantum
dalam kurikulum mungkin dilaksanakn dengan memadai. Seringkali mengajarkannya
dengan secara berurutan pun mengalami keulitan. Oleh karena itu guru PKR harus
memilih butir atau bagian kurikulum yang memerlukan penekanan. Atas dasar
butir-butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang akan diajarkannya dan
mengurutkan kembali tujuan instruksional uang ingin dicapainya berdasarkan
kelas.
2. Sebagi sumber
informasi yang kreatif, guru PKR harus kreatif, ia bukan
saja menjadi sumber informasi tetapi juga sebagai manusia sumber, berperan
untuk memecahkan masalah keadaan yang serba kurang. Ia harus memberi arahan
keoada muridnya agar mereka tidak membuang-buang waktu dan tenaga, agar setiap
murid terlibat dalam segala macam kegiatan
3. Sebagai
administrator. Agar dapat mencapai hasil yang
maksimal, guru PKR harus merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal
pelajaran dengan saksama. Hasil maksimal dapat dicapai jika guru PKR dapat
melibatkan muridnya secara aktif, bukan saja untuk belajar tetapi juga dapat
membantu guru mengajar teman-temannya yang tertinggal. Guru PKR juga harus
mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada dilingkungan sekolah
4. Sebagai seorang
porofesional. Guru PKR senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walaupun
kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian
guru yang ada didaerah terpencil sulit diwujudkan, tepat niat professional
harus tetap dipelihara dan yang penting semangat itu selalu ada. Salah satu
ciri seorang guru professional adalah juga tidak cepat putus asa. Manusia dapat
mencapai apa saja bila tidak cepat putus asa
5. Sebagai agen
pembawa perubahan.
Guru sebagai pengayon dan juga sebagai sosok yang mewakili misi moral
dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia bertugas. Guru harus berusaha keras
untuk mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota
masyarakat melaui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan
anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi
dengan anggota masyarakat setempat. Pendek kata, guru harus mencari,
mendatangkan, dan mengajarkan perubahan yang berguna bagian anak didik, orang
tua dan masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar