Sabtu, 09 November 2013

Pengertian Kesulitan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidispliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran.

Angka kejadian(prevalensi) anak berkesulitan belajar terkait erat dengan definisi yang di gunakan karena alat identifikasi dan asesmen untuk menentukan angaka kejadian di dasarkan atas define tertentu.
Setiap murid mempunyai bakat yang berbeda-beda, dan bakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap prestasi hasil belajar. Murid yang kurang. Berbakat dalam suatu pelajaran tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai suatu bahan, di bandingkan dengan murid yang berbakat dalam mata pelajaran tersebut.
Kesulitan belajar memiliki banyak memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan program pembekalan peran yang berbeda-beda. Klasifikasi sangat diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan stratgi pembelajaran  yang tepat.
Untuk menandai individu yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu patokan untuk menetapkan gejala kesulitan belajar itu sendiri.  kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosis. Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan diagnosis
Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan.Mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.


B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian kesulitan belajar
2.      Angka kejadian
3.      Tingkat jenis kesulitan yang dihadapi murid
4.      Faktor-faktor kesulitan belajar
5.      Klasifikasi
6.      Patokan gejala kesulitan belajar
7.      Landasan pemikiran diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar
8.      Kedudukan diagnosis kesulitan belajar dalam proses belajar mengajar
9.      Peranan guru dalam proses belajar
10.  Usaha mengatasi kesulitan belajar

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan pengertian kesulitan belajar
2.      Mengetahui angka kejadian
3.      Mengetahui tingkat jenis kesulitan yang dihadapi murid
4.      Menyebutkan faktor-faktor kesulitan belajar
5.      Menyebutkan klasifikasi
6.      Mengetahui patokan gejala kesulitan belajar
7.      Menjelaskan landasan pemikiran diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar
8.      Mengetahui kedudukan diagnosis kesulitan belajar dalam proses belajar mengajar
9.      Menjelaskan peranan guru dalam proses belajar
10.  Mengetahui usaha mengatasi kesulitan belajar


A.    PENGERTIAN KESULITAN BELAJAR
Pada umumnya kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.
Kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan kedalamannya termasuk pengertian-pengertian seperti :
1.      Learning disorder (ketergangguan belajar)
Keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
2.      Learning Disablities (ketidakmampuan belajar)
Ketidakmampuan seseorang murid yng mengacu kepada gejala dimana murid tidak mampu belajar (menghindar belajar), sehingga hasil belajarnya dibawah potensi intelektualya.
3.      Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar)
Gejala proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat diri atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4.      Under Achiver (pencapaian rendah)
Mengacu kepada murid murid yang memiliki tingkat potensi intelektual diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
5.      Slow learner (lambat belajar)
Murid yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid yang lain yang memili taraf potensi intelektual yang sama.
            Kesulitan belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi tingkah laku secara langsung ataupun tidak langsung. Tingkah laku yang di manifestasikan ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu.


Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain :
1.      Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang dimiliki.
2.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar
4.      Menunjukkan sikap yang kurang wajar
5.      Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar
6.      Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar
Kegagalan belajar diidentifikasikan oleh H. W. Burton sebagai berikut :
1.      Murid dikatakan gagal apabila dalam batas waktu tertentu yang bersngkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
2.      Murid dikatakan gagal apabila yng bersangkutan tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya
3.      Murid dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial
4.      Murid dikatakan gagal kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dapat diambil kesimpulan bahwa seorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai tarif kualifikasi hasil belajar tertentu dalam batas-batas waktu tertentu.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidispliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan, psikologi, maupun ilmu kedokteran.
Kesulitan belajar pertama kali dikemukkan oleh the united states office of education (USOE) pada tahun 1997, kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung.
Definisi dikutip oleh  Lovitt (1989 : 7), kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan kemampuan verbal dan nonverbal.
Definisi NJCLD dan definisi ACALD keduanya menyatakan bahwa kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis.
Ketiga definisi (NJCLD, ACALD, PL 94-142) mengindikasi kan bahwa kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan mengeja atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara, dan berfikir.  Definisi yang dikemukakan oleh ACALD menyatakan bahwa kesulitan belajar dapat muncul dalam bentuk penyesuaian sosial atau vokasional, keterampilan kehidupan sehari-hari, atau harga diri.
Di indonesia para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut siswa berkesulitan belajar.

B.     ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian(prevalensi) anak berkesulitan belajar terkait erat dengan definisi yang di gunakan karena alat identifikasi dan asesmen untuk menentukan angaka kejadian di dasarkan atas define tertentu.
Berbagai pendapat para peneliti tentang angaka kejadian :
1.      (lerner, 1981: 15; Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985:15) mengatakan bahwa prevalensi anak usia sekolah yang berkesulitan belajar membentuk suatu rentangan dari 1 % hingga 30 % . Program Pendidikan Khusus pada Dapartemen Pendidikan Amerika Serikat menggunakan estimasi pada mulanya 3%, sesudah itu 1% hingga 3% DAN terakhir lebih dari 3%. 40% dari anak-anak berkebutuhan khusus yang memperolah pelayanan PLB di Amerika Serikat ialah anak-anak yang tergolong berkesulitan belajar Lerner (1985:17). Perbandinagn proporsi mereka antara anak laki-laki denganperempuan adalah 72 berbanding 28 Lerner (1985:19).
2.      (Lovitt, 1989:17) mengatakan bahwa rentangnnya adalah 2% hingga 30%.
3.      (Mulyono Abdurrahman & Nafsiah Ibrahim, 1994) mengatakan hasol penelitian terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 16,52% oleh guru dinyatakan sebagai murid berkesulitan belajar.
4.      Menurut Kazuhiko dalam Takeshi Fujishima et al., (1992:26) , estimasi prevalensi anak berkesulitan belajar adalah 1% hingga 4% dengan perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan  antara 4 berbanding 1 hingga 7 berbanding 1.
5.      Menurut    Hallahan, et al., jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatic, dan sebaliknya jumlah anak tunagrahita menurun tajam.
6.      Menurut lerner, (1985:18), ada lima alas an yang menyebabkan kenaikan jumlah anak berkesulitan belajar :
·         Peningkatan prosedur identifikasi asesmen anak berkesuliatn belajar.
·         Persyaratan yang longgar untuk menentukan anak berkesulitan belajar.
·         Orang tua dan guru lebih menyukai klasifikasi anak berkesulitan belajar daripada klasifikasi lain.
·         Penurunan biaya program Pendidikan Khusus yang segregatif dan peningkatan biaya program PLB yang integrative, inklusif.
·         Adanya evalusai ulang terhadap anak-anak yang pada mulanya dinyatakan sebagai anak tunagrahita.



C.    TINGKAT JENIS KESULITAN YANG DIHADAPI MURID.
Setiap murid mempunyai bakat yang berbeda-beda, dan bakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap prestasi hasil belajar. Murid yang kurang. Berbakat dalam suatu pelajaran tertentu membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai suatu bahan, di bandingkan dengan murid yang berbakat dalam mata pelajaran tersebut.
Bila di telusuri sejumlah murid yang mendapat kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan berbagai variasi yaitu :
1.      Sekelompok murid yang belum mencapai tingkat ketuntasan, akan tetapi hamper mencapainya.
Murid tersebut mendapat kesulitan dalam memantapkan penguasaan, bagian-bagian yang sukar dari seluruh bahan yang harus dipelajari. Kesulitan untuk mencapai tingkat ketuntasan yang di tuntut dapat diatasi dengan membaca kembalai bahan-bahan yang di anggap sukar, mempelajari penjelasan- penjelasan khusus dari buku teks, mengerjakan kembali lembaran kerja atau melalui bantuan alat perga dan sebgainya.
2.      Seorang atau sekelompok murid yang belum dapat mencapai timgkat ketuntasan yang di harapkan karena ada konsep dasar yang belum di kuasai8 atau Karena proses belajar yang sudah di tempuhnya tidak sesuai dengan karakteristik murid yaaaaaaaang bersangkutan.
Jenis kesulitan yang di hadapi murid semacam ini tidak dapt ndi atasi dengan cara mengulang bahan yang sama akan tetapi harus di carikan alternative kegiatan lain yang berbeda yang mengarah pada tujuan instruksional dan tujuan pengiring yang sama.
3.      Jenis dan tingkat kesulitan yang di alami murid, karena secara konseptual tidak menguasai bahan yang dipelajari secara menyeluruh, tingkat penguasaan bahan sangat rendah, konsep-konsep dasar tidak dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sukar tidak dipahami, mungkin juga bagian-bagian yang sedang dan mudah tidak dapat di kuasai dengan baik.

D.    Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
  Faktor-faktor kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu berikut ini :
1.      Faktor Intern ( faktor dari dalam diri manusia itu sendiri ) yang meliputi :
a.       Faktor fisiologi.
b.      Faktor psikologi.
2.      Faktor ekstern ( faktor dari luar manusia ) meliputi :
a.       Faktor-faktor non-sosial.
b.      Faktor-faktor sosial.
   Dalam kamus pendidikan, Smith menambahkan faktor metode mengajar dan belajar, masalah sosial dan emosional, intelek, dan mental.
1.      Faktor Intern
a.       Sebab yang bersifat fisik :
1.      Karena sakit
2.      Karena kurang sehat.
3.      Sebab karena cacat tubuh.
Cacat tubuh dibedakan atas :
a.       Cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan psikomotor.
b.      Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya.
Bagi golongan yang serius, maka harus masuk pendidikan khusus seperti SLB, bisu, tuli, TPAC-SROC. Bagi golonganyang ringan, masih banyak mengikuti pendidikan umum, asal guru memperhatikan dan menempuh placement yang cepat.
Misalnya :
-          Bagi anak yang kurang mendengar, mereka ditempatkan pada deretan paling depan, agar suara guru masih keras didengar.
-          Anak yang kurang penglihatannya, misalnya rabun jauh atau rabun dekat. Maka yang rabun jauh ditempatkan pada meja paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan pada papan tulis.
b. Sebab-sebab kesulitan belajar karena rohani.
Belajar memerlukan kesiapan rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-hal di atas ada pada diri anak maka belajar sulit dapat masuk.
Apabila dirinci itu meliputi antara lain berikut ini.
1)      Intelegensi
Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD tepat pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapan digolongkan cerdas, 140 ke atas tergolong genius.
2)      Bakat
Bakat adalah potensi/ kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir.setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang yang berbakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan seorang yang berbakat di bidang teknik tetapi dibidang olah raga lemah.
3)      Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar.
4)      Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar.
5)      Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik.


6)      Tipe-tipe khusus seseorang pelajar.
Kita mengenal tipe-tipe belajar seorang anak, ada tipe visual, motoris, dan campuran.
2.      Faktor oarang tua
a.       Faktor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. Yang termasuk faktor ini antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Faktor orang tua
a.       Cara mendidik
b.      Hubungan orang tau dan anak
c.       Contoh/bimbingan orang tua
2.      Suasana rumah/keluarga
3.      Keadaan ekonomi keluarga
a.       Ekonomi yang kurang.
b.      Ekonomi yang berlebihan.
            b.  Faktor sekolah
Yang dimaksud sekolah, antara lain adalah :
1.      Guru
Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar, apabila :
a.       Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya.
b.      Hubungan guru dengan murid kurang baik.
c.       Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak.
d.      Guru tidak meiliki kecakapan kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar.
e.       Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan kesulitan belajar antar lain :
-          Metode mengajar yang mendasarkan diri pada latihan mekanis tidak didasarkan pengertian
-          Guru dalam mengajar tidak menggunakan alat peraga yang memungkinkan semua alat indranya berfungsi
-          Metode mengajar yang menyebabkan murid pasif, sehingga anak tidak ada aktifitas.
-          Metode mengajar tidak menarik, kemungkinan materinya tinggi, atau tidak menguasai bahan.
-          Guru hanya menggunakan satu metode saja dan tidak bervariasi.
2.      Faktor alat
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat penyajian pelajaran yang tidak baik.Terutama pelajaran yang bersifat praktikum, kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
Timbulnya alat-alat itu akan menentukan :
a.       Perubahan metode mengajar guru.
b.      Segi dalamnya ilmu pengetahuan pada pikiran anak.
c.       Memenuhi tuntunan dari bermacam-macam tipe anak.
3.      Kondisi gedung
Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti :
a.       Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup, udara segar, dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan.
b.      Dinding harus bersih, putih, tidak terlihat kotor.
c.       Lantai tidak becek, licin atau kotor.
d.      Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian.
4.      Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik, misalnya :
a.       Bahan-bahannya terlalu tinggi
b.      Pembagian bahan tidak seimbang
c.       Adanya pendataan materi
5.      Waktu sekolah dan disiplin kurang
Apabila sekolah masuk siang, sore, malam, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran.
c.  Faktor media dan lingkungan
1. faktor mass media meliputi, bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik  yang ada di sekeliling kita.
2. Lingkungan sosial
a. teman bergaul
b. lingkungan tetangga.
c. aktifitas dalam masyarakat.
Beberapa gejala sebagai pertanda adanya kesulitan belajar.
Misalnya
1.      Menunjukan prestasi yang rendah/di bawah rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.
2.      Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha uang dilakukan.
3.      Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
4.      Menunjukan sikap yang kurang wajar, seperti : acuh tak acuh, berpura-pura, dusta dan lain-lain.
5.      Menunjukan tingkah laku yang berlainan.

Di samping melihat gejala-gejala yang tampak, guru pun bisa mengadakan penyelidikan antara lain dengan :
1.      Observasi
2.      Interviu
3.      Tes diagnostik
4.      Dokumentasi

E.     KLASIFIKASI
Membuat klasifikasi kesulitan belajar tidak mudah karena kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang heterogen. Kesulitan belajar memiliki banyak memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan program pembekalan peran yang berbeda-beda. Klasifikasi sangat diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan strategi pembelajaran  yang tepat.
Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok :
a.       Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities).Kesulitan belajar ini mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku social. Kesulitan  ini umunya sukar di ketahui baik oleh orang tua maupun guru karena tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik.

b.      Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar ini menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan matematika. kesulitan belajar ini dapat di ketaui oleh guru atau orang tua ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.

Kesulitan belajar yang berhubungan denganperkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang di sebabkan oleh tidak di kuasainya keterampilan yang harus di kuasai lebih dahulu agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan seorang anak memerlukan penguasaan keterampilan prasyarat. Untuk dapat menyelesaikan soal matematika bentuk cerita misalnya, seorang anak harus menguasai lebih dahulu keterampilan membaca pemahaman. Untuk daapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang kemampuannya dalam melakukan diskriminasi visual maupun auditif, ingatan visual maupun auditoris, dan kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Salah satu kemampuan dasar dalam kegiatan belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian (perhatian selektif). Perhatian selektif adalah kemampuan memilih salah satu di antara sejumlah rangsangan seperti rangsangan auditif, taktil, visual, dan kinestetik yang mengenai indra manusia setiap saat. Menurut Ross (1976:60), perhatian selektif membantu membantu manusia membatasi jumlah ragsangan yang perlu di proses pada suatu waktu tertentu. Jika seorang anak memperhatikan dan bereaksi terhadap banyak rangsangan, maka anak semacam itu di pandang sebagai anak terganggu perhatiannya. Menurut Ross, kesulitan belajar banyak di sebabkan oleh adanya gangguan perkembangan dari penggunaan dan mempertahankan perhatian selektif.

F.      PATOKAN GEJALA KESULITAN BELAJAR
            Untuk menandai individu yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu patokan untuk menetapkan gejala kesulitan belajar itu sendiri.  Patokan kesulitan belajar dapat ditentukan seperti berikut:
1.      Tingkat pencapaian tujuan
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia telah dirumuskan secara formal Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan nasional disempurnakan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab 2 Pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman  dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan umum mencerminkan falsafah hidup bangsa yakni Pancasila, yang harus selalu dijadikan sebagai dasar dari Pendidikan Nasional.  Tujuan Pendidikan Nasional yang masih umum dijabarkan menurut lembaga pendidikannya menjadi tujuan Institusional yaitu merupakan tujuan kelembagaan, karena dalam upaya mencapai Tujuan Pendidikan Nasional dibutuhkan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang masing-masing mempunyai tujuan sendiri sesuai dengan jenjang dan jenis sekolah.
Untuk mencapai tujuan Institusional, diperlukan adanya sarana-sarana yang berwujud kegiatan kurikuler, dan masing-masing mempunyai tujuan tersendiri.  Tujuan kurikuler adalah penjabaran dari tujuan Institusional yang diwujudkan dalam rencana pelajaran, mengandung ketentuan-ketentuan pokok dari kelompok-kelompok pengetahuan (bidang studi).  Tujuan kurikuler ini dijabarkan lagi menjadi tujuan Instruksional yaitu perubahan sikap atau tingkah laku yang diharapkan setelah murid mengikuti program pengajaran.
Kegiatan pendidikan khususnya kegiatan belajar dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.  Mereka yang dianggap berhasil adalah yang dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut.  Hasil belajar yang dicapai akan merupakan ukuran tingkatan pencapaian tujuan tersebut.  Secara statistik berdasarkan “distribusi normal” seseorang dikatakan berhasil, jika dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari tujuan yang harus dicapainya.  Teknik yang dapat dipakai ialah dengan menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
2.      Perbandingan antara potensi dengan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai seorang murid tergantung dari tingkat potensinya (kemampuan) baik yang berupa bakat maupun kecerdasan.  Anak yang mempunyai potensi tinggi cenderung dapat memperoleh prestasi yang lebih tinggi pula, dan sebaliknya anak yang mempunyai potensi rendah akan mendapat prestasi rendah pula.  Murid yang mendapat kesulitan belajar ialah jika terdapat perbedaan yang besar antara potensi dengan prestasi.  Untuk mengetahui potensi, dapat dilakukan dengan tes kemampuan yaitu tes bakat atau tes intelegensi.
3.      Kedudukan dalam kelompok
Kedudukan seseorang dalam kelompoknya akan merupakan ukuran dalam pencapaian hasil belajar.  Secara statistik, murid diperkirakan mengalami kesulitan belajar jika menduduki urutan paling bawah dalam kelompoknya.  Melalui teknik ini guru dapat mengurutkan seluruh murid berdasarkan nilai yang dicapainya mulai dari nilai yang tertinggi sampai nilai yang terendah, sehingga setiap murid memperoleh nomor urut prestasi (ranking).
Teknik lain ialah dengan membandingkan prestasi belajar setiap murid dengan rata-rata kelompok (dengan nilai rata-rata kelas).  Mereka mendapat angka dibawah nilai rata-rata kelas, dianggap mengalami kesulitan belajar, baik secara keseluruhan maupun setiap mata pelajaran.
4.      Tingkah laku yang Nampak
Hasil belajar yang dicapai oleh seorang murid akan nampak dalam tingkah lakunya.  Setiap proses belajar mengajar akan menghasilkan perubahan dalam aspek-aspek tingkah lakunya.  Murid yang tidak berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola tingkah laku yang menyimpang.  Misalnya menunjukkan sikap acuh tak acuh, melalaikan tugas, menentang, membolos, menyendiri, dusta, kurang motivasi serta gangguan emosional lainnya.  Selanjutnya gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan dalam berbagai jenis kesulitan dalam keseluruhan proses belajar.



G.    LANDASAN PEMIKIRAN DIAGNOSIS DAN PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR

Dalam dunia pendidikan, istilah “diagnosis” merupakan istilah yang relative baru. Dengan demikian semua kegiatan yang dilakukan oleh uru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosis. Adapun landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan belajar bagi murid-murid sebagai berikut :
1.      Setiap murid hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minatnya.
2.      Adanya perbedaan-perbedaan kemampuan, kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang fisik serta sisial masing-masing murid, maka kemajuan belajar murid dalam satu kelas mungkin tidak sama. Ada yang murid yang cepat, biasa dan ada yang lambat.
3.      System pengajaran di sekolah seharusnya memberikan kesempatan kepada murid untuk maju sesuai dengan kemampuan sendiri. Pada waktu di adakan evaluasi akan nampak adanya sejumlah murid yang belum berhasil mencapai penguasaan materi seperti yang diharapkan.
4.      Untuk menghadapi hal-hal tersebut diatas, para guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam hubungannya dengan pengindifikasian kesulitan belajar, sebab-sebabnya dan pelayanan remedialnya.
Disamping itu kesulitan belajar yang dialami oleh seseorang akan dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Murid yang mengalami kesulitan belajar cenderung akan mengalami kecemasan, frustasi, gangguan emosional, hambatan penyesuaian diri dan gangguan-gangguan psikologis yang lain.
Murid yang tergolong pencapai rendah (under achiever)  menunjukkan cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang mampu mengontrol diri terhadap kecemasan.
2.      Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang kepercayaan diri.
3.      Kurang mampu mengikuti otoritas.
4.      Kurang mampu dalam penerimaan social.
5.      Lebih banyak mengalami konflik ketergantungan.
6.      Kegiatannya kurang berorientasi pada akademik dan social.
Oleh karena itu kesulitan belajar bukan hanya merupakan masalah instruksional atau pedagogis saja, tetapi pada dasarnya merupakan masalah psikologis. Sebagai masalah psikologis, kesulitan belajar menuntut usaha pemecahan dengan pendekatan yang lebih bersifat psikologis pula.
Mereka yang mengalami kesulitan belajar tidak hanya dibantu dalam memperoleh keterampilan belajar, tetapi dibantu dalam memahami dirinya, setrta mengarahkan agar terdapat perkembangan yang harmonis  dan optimal.

H.    KEDUDUKAN DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan diagnosis harus ditunjukan terutama kepada :
1.      Bakat yang dimiliki murid, yang berbeda antara satu dan lainnya.
2.      Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang lingkup tertentu sesuai dengan bakat murid yang sifatnya individual dan usaha yang dilakukannya.
3.      Ketentuan dan tingkat usaha yang dilakukan murid dalammenguasai bahan yang dipelajarinya.
4.      Kemampuan murid untuk memahami tugas-tugas belajarnya.
5.      Kualitas pengajaran tersedia sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.
6.      Tingkat dari jenis kesulitan cara memperbaiki, yaitu mengulang cara yang sama atau mengambil alternatif  kegiatan lain melalui pengajaran remedial.

I.       PERANAN GURU DALAM PROSES BELAJAR
Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan.  Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak.  Secara lebih rinci tugas guru berpusat pada:
1.      Mendidik anak dengan titik berat memberikan arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2.      Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui pengalaman belajar yang memadai.
3.      Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri.
Melalui peranannya sebagai pengajar, guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media.  Guru hendaknyamampu membantu setiap anak secara efektif, dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai sumber serta media belajar.  Selanjutnya sangat diharapkan guru dapat memberikan fasilitas yang memadai sehingga murid dapat belajar secara efektif.
Dari uraian diatas, jelas bahwa peranan guru telah meningkat dari segala pengajar menjadi sebagai direktur (pengarah) belajar (director of learning).  Sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung jawab guru menjadi lebih meningkat yang ke dalamnya termasuk fungsi-fungsi guru sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar, sebagai motivator belajar, dan sebagai pembimbing.
Sebagai perencana pengajaran, seorang guru diharapkan mampu untuk merencanakan kegiatan belajar-mengajar secara efektif.  Untuk itu ia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar sebagai dasar dalam merancang kegiatan belajar-mengajar, seperti merumuskan tujuan, memiliki bahan, memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya.  Sebagai pengelola pengajaran, seorang guru harus mampu mengelola seluruh proses kegiatan belajar-mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa, sehingga setiap anak dapat belajar secara efektif dan efisien.  Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar murid, seorang guru hendaknya senantiasa secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu, informasi yang diperoleh melalui evaluasi ini akan merupakan umpan balik terhadap proses kegiatan belajar-mengajar, yang akan dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses belajar-mengajar selanjutnya.
Selanjutnya dalam peranannya sebagai direktur belajar, hendaknya guru senantiasa berusaha untuk menimbulkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi anak untuk belajar.  Ada empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam memberikan motivasi ini yaitu:
a.       Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk belajar.
b.      Menjelaskan secara konkret kepada siswa apa yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
c.       Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang dicapai sehingga dapat merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik dikemudian hari.
d.      Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Sebagai direktur belajar guru sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar-mengajar.  Sebagai pembimbing dalam belajar, guru diharapkan mampu untuk:
a.       Mengenal dan memahami setiap murid baik secara individual maupun kelompok.
b.      Memberikan penerangan kepada murid mengenai hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar.
c.       Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
d.      Membantu setiap murid dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
e.       Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
Untuk itu para guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses belajar mengajar.  Guru yang dapat berperan sebagai pembimbing yang efektif:
1.      Mengajar bidang studi, yaitu guru yang:
a.       Dapat menimbulkan minat dan semangat belajar murid-murid melalui bidang studi yang diajarkannya.
b.      Memiliki kecakapan untuk memimpin.
c.       Dapat menghubungkan materi pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis.
2.      Hubungan murid dengan guru, yaitu guru yang:
a.       Dicari oleh murid untuk memperoleh nasihat dan bantuan.
b.      Mencari kontak dengan murid di luar kelas.
c.       Memimpin kegiatan kelompok.
d.      Memiliki minat dalam pelayanan sosial.
e.       Membuat kontak dengan orang tua murid.
3.      Hubungan guru dengan guru, yaitu guru yang:
a.       Menunjukkan kecakapan bekerja sama dengan guru lain.
b.      Tidak menimbulkan pertentangan.
c.       Menunjukkan kecakapan untuk berdiri sendiri.
d.      Menunjukkan kepemimpinan yang baik dan tidak mementingkan diri sendiri.
4.      Pencatatan dan penelitian, yaitu guru yang:
a.       Mempunyai sikap ilmiah objektif.
b.      Lebih suka mengukur dan tidak menebak.
c.       Berminat dalam masalah-masalah penelitian.
d.      Efisien dalam pekerjaan tulis menulis.
e.       Melihat kesempatan untuk penelitian dalam kegiatan-kegiatan tulis menulis.
5.      Sikap professional, yaitu guru yang:
a.       Sukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra.
b.      Telah menunjukkan dapat menyesuaikan diri dan sabar.
c.       Memiliki sikap yang konstruktif dan rasa tanggung jawab.
d.      Berkemauan untuk melatih diri.
e.       Memiliki semangat untuk memberikan layanan kepada siswa, sekolah, dan masyarakat.

J.      USAHA MENGATASI KESULITAN BELAJAR
            Mengatasi Kuselitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari factor-faktor kesulitan belajar sebagaimana diuraikan di atas. Karena itu, mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
            Secara garis besar, langkah-langkah yang diperlukan ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu :
1.      Penumpulan data
2.      Pengolahan data
3.      Diagnosis
4.      Prognosis
5.      Treatment/perlakuan
6.      Evaluasi.
Adapun penjelasan dari 6 langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Pengumpulan data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data dapat dipergunakan berbagai metode, di antaranya adalah :
a.       Observasi
b.      Kunjungan rumah
c.       Case study
d.      Case history
e.       Daftar pribadi
f.       Meneliti pekerjaan anak.
g.      Tugas kelompok
h.      Melaksanakan tes (baik tes IQ maupun tes prestasi/achievement test).
Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya, kompleks atau tidak.
2.      Pengolahan data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap oertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara cermat.
Dalam pengolahan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah :
a.       Identifikasi kasus.
b.      Membandingkan antar-kasus.
c.       Membandingkan dengan hasil test, dan
d.      Menarik kesimpulan.
3.      Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya).
b.      Keputusan mengenai factor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c.       Keputusan mengenai factor utama penyebab kesulitan belajar dan sebagainya.
Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, mislanya :
a.       Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
b.      Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
c.       Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
d.      Social worker, untuk mengetahui kelainan social yang mungkin dialami anak.
e.       Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
f.       Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
g.      Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah. Dan sebagainya tergantung pada kebutuhan.
4.      Prognosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam penyusunan dan menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk membantu mengatasi masalahnya.
Dalam hal ini dapat berupa :
-          Bentuk treatment yang harus diberikan.
-          Bahan/materi yang diperlukan.
-          Metode yang akan digunakan.
-          Alat-alat bantu belajar mengajar yang diperlukan.
-          Waktu (kapan kegiatan itu dilaksanakan).
Pendek kata, prognosis adalah merupakan aktivitas penyusunan rencana/program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.

5.      Treatment (perlakuan)
Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah :
-          Melalui bimbingan belajar kelompok,
-          Melalui bimbingan belajar individual,
-          Melalui pengajaran remedial dalam beberapa bidang studi tertentu,
-          Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis,
-          Melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
Sebaiknya kalau bentuk treatmentnya adalah memberikan pengajaran remedial dalam bidang studi matematika, maka guru matematikalah yang lebih tepat untuk melaksanakan treatment tersebut, dan seterusnya.
6.      Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali.
Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil treatment yang kurang berhasil, maka secara teoretis langkah-langkah yang perlu ditempuh, adalah sebagai berikut :
a.       Re-ceking data (baik itu pengumpulan maupun pengolahan data).
b.      Re-diagnosis.
c.       Re-prognosis.
d.      Re-trestment.
e.       Re-evaluasi.
1.      Cepat dalam belajar
Anak  yang tergolong cepat dalam belajar, pada umunya dapat menyelesaikan kegiatan belajar dalam waktu lebih cepat dari yang diperkirakan. Mereka tidak memerlukan waktu yang lama untuk memecahkan suatu masalah karena lebih mudah menerima materi pelajaran.
Karena cepatnya dalam belajar, maka golongan ini sering mengalami kesulitan dalam penyesuaian belajar karena pada umumnya kegiatan belajar di sekolah menggunakan ukuran rata-rata.
2.      Lambat Dalam Belajar
Dilihat dari tingkat kecerdasannya, pada umumnya anak golongan lambat belajar, memiliki taraf kecerdasan di bawah rata-rata. Anak golongan ini memerlukan perhatian khusus, antara lain melalui penempatan pada kelas-kelas khusus atau pelajaran-pelajaran tambahan dalam program pengajaran remedial.
3.      Anak kreatif
Anak kreatif ini umunya anak dari golongan cepat, tapi banyak pula dari golongan normal (rata-rata). Anak golongan ini menunjukkan kreativitas dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Dalam kegiatan belajar anak golongan kreatif lebih mampu menemukan masalah-masalah dan mampu memecahkan masalah.
Adanya beberapa jenis sifat murid tersebut dapat mempengaruhi proses belajar dan dapat menimbulkan beberapa akibat tertentu di antaranya adalah anak putus belajar (drop-out), dan berprestasi kurang (underachiever).
-          Anak drop-out
-          Anak yang tergolong drop-out ialah mereka yang tidak berhasil menyelesaikan studinya atau gagal dalam kegiatannya.
-          Sebab dari drop-out ini banyak, di samping sebab yang terletak pada diri murid sendiri, juga terdapat sebab-sebab lain  seperti kurikulum, metode mengajar, lingkungan masyarakat, keluarga.
Anak berprestasi kurang (underachiever)
Anak yang tergolong underachiever adalah anak yang memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi akan tetapi prestasi belajar yang dicapainya tergolong rendah.
Gejala berprestasi kurang ini sesungguhnya dirasakan sebagai salah satu masalah dalam belajar karena secara ptensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestasi belajar yang lebih tinggi.
Anak-anak dari golongan ini memerlukan perhatiannya yang sibaik-baiknya dari para guru dan terutama para petugas bimbingan di sekolah.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan mengeja atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara, dan berfikir.
Untuk menandai individu yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu patokan untuk menetapkan gejala kesulitan belajar itu sendiri.  kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan diagnosis. Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan diagnosis
Dalam proses belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan.Mencari sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.

0 komentar:

Posting Komentar