BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesulitan belajar merupakan
suatu konsep multidispliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan,
psikologi, maupun ilmu kedokteran.
Angka kejadian(prevalensi)
anak berkesulitan belajar terkait erat dengan definisi yang di gunakan karena
alat identifikasi dan asesmen untuk menentukan angaka kejadian di dasarkan atas
define tertentu.
Setiap murid mempunyai bakat
yang berbeda-beda, dan bakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap prestasi
hasil belajar. Murid yang kurang. Berbakat dalam suatu pelajaran tertentu
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai suatu bahan, di bandingkan
dengan murid yang berbakat dalam mata pelajaran tersebut.
Kesulitan belajar memiliki
banyak memiliki banyak tipe yang masing-masing memerlukan diagnosis dan program
pembekalan peran yang berbeda-beda. Klasifikasi sangat diperlukan karena
bermanfaat untuk menentukan stratgi pembelajaran yang tepat.
Untuk menandai individu yang
mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu patokan untuk menetapkan
gejala kesulitan belajar itu sendiri.
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar
termasuk kegiatan diagnosis. Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak
memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan
diagnosis
Dalam proses
belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan
memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan.Mencari
sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi
mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kesulitan belajar
2. Angka kejadian
3. Tingkat jenis kesulitan yang dihadapi murid
4. Faktor-faktor kesulitan belajar
5. Klasifikasi
6. Patokan gejala kesulitan belajar
7. Landasan pemikiran diagnosis dan pemecahan
kesulitan belajar
8. Kedudukan diagnosis kesulitan belajar dalam
proses belajar mengajar
9. Peranan guru dalam proses belajar
10. Usaha mengatasi kesulitan belajar
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian kesulitan belajar
2. Mengetahui angka kejadian
3. Mengetahui tingkat jenis kesulitan yang
dihadapi murid
4. Menyebutkan faktor-faktor kesulitan belajar
5. Menyebutkan klasifikasi
6. Mengetahui patokan gejala kesulitan belajar
7. Menjelaskan landasan pemikiran diagnosis dan
pemecahan kesulitan belajar
8. Mengetahui kedudukan diagnosis kesulitan
belajar dalam proses belajar mengajar
9. Menjelaskan peranan guru dalam proses belajar
10. Mengetahui usaha mengatasi kesulitan belajar
A.
PENGERTIAN
KESULITAN BELAJAR
Pada umumnya kesulitan merupakan suatu kondisi
tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai
tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.
Kesulitan belajar mempunyai
pengertian yang luas dan kedalamannya termasuk pengertian-pengertian seperti :
1. Learning disorder (ketergangguan belajar)
Keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
2. Learning Disablities (ketidakmampuan belajar)
Ketidakmampuan seseorang murid yng mengacu
kepada gejala dimana murid tidak mampu belajar (menghindar belajar), sehingga
hasil belajarnya dibawah potensi intelektualya.
3. Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar)
Gejala proses belajar tidak berfungsi dengan
baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental,
gangguan alat diri atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
4. Under Achiver (pencapaian rendah)
Mengacu kepada murid murid yang memiliki
tingkat potensi intelektual diatas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah.
5. Slow learner (lambat belajar)
Murid yang lambat dalam proses belajarnya
sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid yang lain yang
memili taraf potensi intelektual yang sama.
Kesulitan
belajar pada dasarnya suatu gejala yang nampak dalam berbagai jenis manifestasi
tingkah laku secara langsung ataupun tidak langsung. Tingkah laku yang di
manifestasikan ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu.
Ciri-ciri tingkah laku yang
merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar antara lain :
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah dibawah
rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau dibawah potensi yang
dimiliki.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha
yang telah dilakukan
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan
belajar
4. Menunjukkan sikap yang kurang wajar
5. Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar
Kegagalan belajar
diidentifikasikan oleh H. W. Burton sebagai berikut :
1. Murid dikatakan gagal apabila dalam batas waktu
tertentu yang bersngkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
2. Murid dikatakan gagal apabila yng bersangkutan
tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi yang semestinya
3. Murid dikatakan gagal kalau yang bersangkutan
tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial
4. Murid dikatakan gagal kalau yang bersangkutan
tidak berhasil mencapai tingkat penguasaan yang diperlukan sebagai prasyarat
bagi kelanjutan pada tingkat pelajaran berikutnya.
Dapat diambil kesimpulan
bahwa seorang murid dapat diduga mengalami kesulitan belajar, kalau yang
bersangkutan tidak berhasil mencapai tarif kualifikasi hasil belajar tertentu
dalam batas-batas waktu tertentu.
Kesulitan belajar merupakan
suatu konsep multidispliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan,
psikologi, maupun ilmu kedokteran.
Kesulitan belajar pertama
kali dikemukkan oleh the united states office of education (USOE) pada tahun
1997, kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari
proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran
atau tulisan. Gangguan tersebut menampakkan diri dalam bentuk kesulitan
mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung.
Definisi dikutip oleh Lovitt (1989 : 7), kesulitan belajar khusus
adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologis yang secara
selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan kemampuan verbal dan
nonverbal.
Definisi NJCLD dan definisi
ACALD keduanya menyatakan bahwa kesulitan belajar diduga disebabkan oleh adanya
disfungsi neurologis.
Ketiga definisi (NJCLD,
ACALD, PL 94-142) mengindikasi kan bahwa kesulitan belajar dapat berwujud
sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata
pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan mengeja atau
dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan,
berbicara, dan berfikir. Definisi yang
dikemukakan oleh ACALD menyatakan bahwa kesulitan belajar dapat muncul dalam
bentuk penyesuaian sosial atau vokasional, keterampilan kehidupan sehari-hari,
atau harga diri.
Di indonesia para guru
umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar rendah disebut
siswa berkesulitan belajar.
B. ANGKA KEJADIAN
Angka kejadian(prevalensi) anak berkesulitan
belajar terkait erat dengan definisi yang di gunakan karena alat identifikasi
dan asesmen untuk menentukan angaka kejadian di dasarkan atas define tertentu.
Berbagai pendapat para peneliti tentang angaka
kejadian :
1. (lerner, 1981: 15; Hallahan, Kauffman, &
Lloyd, 1985:15) mengatakan bahwa prevalensi anak usia sekolah yang berkesulitan
belajar membentuk suatu rentangan dari 1 % hingga 30 % . Program Pendidikan
Khusus pada Dapartemen Pendidikan Amerika Serikat menggunakan estimasi pada
mulanya 3%, sesudah itu 1% hingga 3% DAN terakhir lebih dari 3%. 40% dari
anak-anak berkebutuhan khusus yang memperolah pelayanan PLB di Amerika Serikat
ialah anak-anak yang tergolong berkesulitan belajar Lerner (1985:17).
Perbandinagn proporsi mereka antara anak laki-laki denganperempuan adalah 72
berbanding 28 Lerner (1985:19).
2. (Lovitt, 1989:17) mengatakan bahwa rentangnnya
adalah 2% hingga 30%.
3. (Mulyono Abdurrahman & Nafsiah Ibrahim,
1994) mengatakan hasol penelitian terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas
enam SD di DKI Jakarta menunjukkan bahwa terdapat 16,52% oleh guru dinyatakan
sebagai murid berkesulitan belajar.
4. Menurut Kazuhiko dalam Takeshi Fujishima et al., (1992:26) , estimasi prevalensi
anak berkesulitan belajar adalah 1% hingga 4% dengan perbandingan anak
laki-laki dan anak perempuan antara 4
berbanding 1 hingga 7 berbanding 1.
5. Menurut Hallahan,
et al., jumlah anak berkesulitan belajar meningkat secara dramatic, dan
sebaliknya jumlah anak tunagrahita menurun tajam.
6. Menurut lerner, (1985:18), ada lima alas an
yang menyebabkan kenaikan jumlah anak berkesulitan belajar :
·
Peningkatan prosedur
identifikasi asesmen anak berkesuliatn belajar.
·
Persyaratan yang longgar
untuk menentukan anak berkesulitan belajar.
·
Orang tua dan guru lebih
menyukai klasifikasi anak berkesulitan belajar daripada klasifikasi lain.
·
Penurunan biaya program
Pendidikan Khusus yang segregatif dan peningkatan biaya program PLB yang
integrative, inklusif.
·
Adanya evalusai ulang
terhadap anak-anak yang pada mulanya dinyatakan sebagai anak tunagrahita.
C. TINGKAT JENIS KESULITAN YANG
DIHADAPI MURID.
Setiap murid mempunyai bakat yang berbeda-beda,
dan bakat mempunyai pengaruh yang besar terhadap prestasi hasil belajar. Murid
yang kurang. Berbakat dalam suatu pelajaran tertentu membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menguasai suatu bahan, di bandingkan dengan murid yang
berbakat dalam mata pelajaran tersebut.
Bila di telusuri sejumlah murid yang mendapat
kesulitan dalam mencapai hasil belajar secara tuntas dengan berbagai variasi
yaitu :
1. Sekelompok murid yang belum mencapai tingkat
ketuntasan, akan tetapi hamper mencapainya.
Murid tersebut mendapat
kesulitan dalam memantapkan penguasaan, bagian-bagian yang sukar dari seluruh
bahan yang harus dipelajari. Kesulitan untuk mencapai tingkat ketuntasan yang
di tuntut dapat diatasi dengan membaca kembalai bahan-bahan yang di anggap
sukar, mempelajari penjelasan- penjelasan khusus dari buku teks, mengerjakan
kembali lembaran kerja atau melalui bantuan alat perga dan sebgainya.
2. Seorang atau sekelompok murid yang belum dapat
mencapai timgkat ketuntasan yang di harapkan karena ada konsep dasar yang belum
di kuasai8 atau Karena proses belajar yang sudah di tempuhnya tidak sesuai
dengan karakteristik murid yaaaaaaaang bersangkutan.
Jenis kesulitan yang di
hadapi murid semacam ini tidak dapt ndi atasi dengan cara mengulang bahan yang
sama akan tetapi harus di carikan alternative kegiatan lain yang berbeda yang
mengarah pada tujuan instruksional dan tujuan pengiring yang sama.
3. Jenis dan tingkat kesulitan yang di alami
murid, karena secara konseptual tidak menguasai bahan yang dipelajari secara
menyeluruh, tingkat penguasaan bahan sangat rendah, konsep-konsep dasar tidak
dikuasai, bahkan tidak hanya bagian yang sukar tidak dipahami, mungkin juga
bagian-bagian yang sedang dan mudah tidak dapat di kuasai dengan baik.
D.
Faktor-Faktor
Kesulitan Belajar
Faktor-faktor kesulitan belajar dapat
digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu berikut ini :
1. Faktor Intern ( faktor dari dalam diri manusia
itu sendiri ) yang meliputi :
a. Faktor fisiologi.
b. Faktor psikologi.
2. Faktor ekstern ( faktor dari luar manusia )
meliputi :
a. Faktor-faktor non-sosial.
b. Faktor-faktor sosial.
Dalam kamus pendidikan, Smith menambahkan
faktor metode mengajar dan belajar, masalah sosial dan emosional, intelek, dan
mental.
1. Faktor Intern
a. Sebab yang bersifat fisik :
1. Karena sakit
2. Karena kurang sehat.
3. Sebab karena cacat tubuh.
Cacat tubuh dibedakan atas :
a. Cacat tubuh ringan seperti kurang pendengaran,
kurang penglihatan, gangguan psikomotor.
b. Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta,
tuli, bisu, hilang tangannya dan kakinya.
Bagi golongan yang serius,
maka harus masuk pendidikan khusus seperti SLB, bisu, tuli, TPAC-SROC. Bagi
golonganyang ringan, masih banyak mengikuti pendidikan umum, asal guru
memperhatikan dan menempuh placement yang cepat.
Misalnya :
-
Bagi anak yang kurang
mendengar, mereka ditempatkan pada deretan paling depan, agar suara guru masih
keras didengar.
-
Anak yang kurang
penglihatannya, misalnya rabun jauh atau rabun dekat. Maka yang rabun jauh
ditempatkan pada meja paling depan dan mereka yang rabun dekat harus duduk pada
meja paling belakang agar mereka dapat melihat tulisan atau bagan pada papan
tulis.
b. Sebab-sebab kesulitan
belajar karena rohani.
Belajar memerlukan kesiapan
rohani, ketenangan dengan baik. Jika hal-hal di atas ada pada diri anak maka
belajar sulit dapat masuk.
Apabila dirinci itu meliputi
antara lain berikut ini.
1) Intelegensi
Anak yang IQ-nya tinggi dapat menyelesaikan
segala persoalan yang dihadapi. Anak yang normal (90-110) dapat menamatkan SD
tepat pada waktunya. Mereka yang memiliki IQ 110-140 dapan digolongkan cerdas,
140 ke atas tergolong genius.
2) Bakat
Bakat adalah potensi/ kecakapan dasar yang
dibawa sejak lahir.setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang
yang berbakat musik mungkin di bidang lain ketinggalan seorang yang berbakat di
bidang teknik tetapi dibidang olah raga lemah.
3) Minat
Tidak adanya minat seseorang anak terhadap
suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar.
4) Motivasi
Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi
menimbulkan, mendasari, mengarahkan perbuatan belajar.
5) Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi
intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan
kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik.
6) Tipe-tipe khusus seseorang pelajar.
Kita mengenal tipe-tipe belajar seorang anak,
ada tipe visual, motoris, dan campuran.
2. Faktor oarang tua
a. Faktor keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama
dan pertama. Tetapi dapat juga sebagai faktor penyebab kesulitan belajar. Yang
termasuk faktor ini antara lain adalah sebagai berikut.
1. Faktor orang tua
a. Cara mendidik
b. Hubungan orang tau dan anak
c. Contoh/bimbingan orang tua
2. Suasana rumah/keluarga
3. Keadaan ekonomi keluarga
a. Ekonomi yang kurang.
b. Ekonomi yang berlebihan.
b. Faktor sekolah
Yang dimaksud sekolah, antara
lain adalah :
1. Guru
Guru dapat menjadi sebab kesulitan belajar,
apabila :
a. Guru tidak kualified, baik dalam pengambilan
metode yang digunakan atau dalam mata pelajaran yang dipegangnya.
b. Hubungan guru dengan murid kurang baik.
c. Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas
kemampuan anak.
d. Guru tidak meiliki kecakapan kecakapan dalam
usaha diagnosis kesulitan belajar.
e. Metode mengajar guru yang dapat menimbulkan
kesulitan belajar antar lain :
-
Metode mengajar yang
mendasarkan diri pada latihan mekanis tidak didasarkan pengertian
-
Guru dalam mengajar tidak
menggunakan alat peraga yang memungkinkan semua alat indranya berfungsi
-
Metode mengajar yang
menyebabkan murid pasif, sehingga anak tidak ada aktifitas.
-
Metode mengajar tidak
menarik, kemungkinan materinya tinggi, atau tidak menguasai bahan.
-
Guru hanya menggunakan satu
metode saja dan tidak bervariasi.
2. Faktor alat
Alat pelajaran yang kurang lengkap membuat
penyajian pelajaran yang tidak baik.Terutama pelajaran yang bersifat praktikum,
kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar.
Timbulnya alat-alat itu akan menentukan :
a. Perubahan metode mengajar guru.
b. Segi dalamnya ilmu pengetahuan pada pikiran
anak.
c. Memenuhi tuntunan dari bermacam-macam tipe
anak.
3. Kondisi gedung
Ruangan harus memenuhi syarat kesehatan seperti
:
a. Ruangan harus berjendela, ventilasi cukup,
udara segar, dapat masuk ruangan, sinar dapat menerangi ruangan.
b. Dinding harus bersih, putih, tidak terlihat
kotor.
c. Lantai tidak becek, licin atau kotor.
d. Keadaan gedung yang jauh dari tempat keramaian.
4. Kurikulum
Kurikulum yang kurang baik, misalnya :
a. Bahan-bahannya terlalu tinggi
b. Pembagian bahan tidak seimbang
c. Adanya pendataan materi
5. Waktu sekolah dan disiplin kurang
Apabila sekolah masuk siang, sore, malam, maka
kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima pelajaran.
c. Faktor media dan lingkungan
1. faktor mass media
meliputi, bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada di sekeliling kita.
2. Lingkungan sosial
a. teman bergaul
b. lingkungan tetangga.
c. aktifitas dalam
masyarakat.
Beberapa gejala sebagai
pertanda adanya kesulitan belajar.
Misalnya
1. Menunjukan prestasi yang rendah/di bawah
rata-rata yang dicapai oleh kelompok kelas.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha
uang dilakukan.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
4. Menunjukan sikap yang kurang wajar, seperti :
acuh tak acuh, berpura-pura, dusta dan lain-lain.
5. Menunjukan tingkah laku yang berlainan.
Di samping melihat gejala-gejala yang tampak,
guru pun bisa mengadakan penyelidikan antara lain dengan :
1. Observasi
2. Interviu
3. Tes diagnostik
4. Dokumentasi
E. KLASIFIKASI
Membuat klasifikasi kesulitan
belajar tidak mudah karena kesulitan belajar merupakan kelompok kesulitan yang
heterogen. Kesulitan belajar memiliki banyak memiliki banyak tipe yang
masing-masing memerlukan diagnosis dan program pembekalan peran yang
berbeda-beda. Klasifikasi sangat diperlukan karena bermanfaat untuk menentukan
strategi pembelajaran yang tepat.
Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan ke
dalam dua kelompok :
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan
perkembangan (developmental learning disabilities).Kesulitan belajar ini
mencakup gangguan motorik dan persepsi, kesulitan belajar bahasa dan
komunikasi, dan kesulitan belajar dalam penyesuaian perilaku social.
Kesulitan ini umunya sukar di ketahui
baik oleh orang tua maupun guru karena
tidak ada pengukuran-pengukuran yang sistematik.
b. Kesulitan belajar akademik (academic learning
disabilities). Kesulitan belajar ini menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan
pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kegagalan-kegagalan
tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam membaca, menulis, dan
matematika. kesulitan belajar ini dapat di ketaui oleh guru atau orang tua
ketika anak gagal menampilkan salah satu atau beberapa kemampuan akademik.
Kesulitan belajar yang
berhubungan denganperkembangan sering tampak sebagai kesulitan belajar yang di
sebabkan oleh tidak di kuasainya keterampilan yang harus di kuasai lebih dahulu
agar dapat menguasai bentuk keterampilan berikutnya.
Untuk mencapai prestasi
akademik yang memuaskan seorang anak memerlukan penguasaan keterampilan
prasyarat. Untuk dapat menyelesaikan soal matematika bentuk cerita misalnya,
seorang anak harus menguasai lebih dahulu keterampilan membaca pemahaman. Untuk
daapat membaca, seorang anak harus sudah berkembang kemampuannya dalam
melakukan diskriminasi visual maupun auditif, ingatan visual maupun auditoris,
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian.
Salah satu kemampuan dasar
dalam kegiatan belajar adalah kemampuan untuk memusatkan perhatian (perhatian
selektif). Perhatian selektif adalah kemampuan memilih salah satu di antara
sejumlah rangsangan seperti rangsangan auditif, taktil, visual, dan kinestetik
yang mengenai indra manusia setiap saat. Menurut Ross (1976:60), perhatian
selektif membantu membantu manusia membatasi jumlah ragsangan yang perlu di
proses pada suatu waktu tertentu. Jika seorang anak memperhatikan dan bereaksi
terhadap banyak rangsangan, maka anak semacam itu di pandang sebagai anak
terganggu perhatiannya. Menurut Ross, kesulitan belajar banyak di sebabkan oleh
adanya gangguan perkembangan dari penggunaan dan mempertahankan perhatian
selektif.
F.
PATOKAN GEJALA KESULITAN BELAJAR
Untuk
menandai individu yang mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu
patokan untuk menetapkan gejala kesulitan belajar itu sendiri. Patokan kesulitan belajar dapat ditentukan
seperti berikut:
1. Tingkat pencapaian tujuan
Tujuan Pendidikan Nasional di Indonesia telah
dirumuskan secara formal Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa Pendidikan
Nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Tujuan pendidikan nasional
disempurnakan dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Bab 2
Pasal 3: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan umum
mencerminkan falsafah hidup bangsa yakni Pancasila, yang harus selalu dijadikan
sebagai dasar dari Pendidikan Nasional.
Tujuan Pendidikan Nasional yang masih umum dijabarkan menurut lembaga
pendidikannya menjadi tujuan
Institusional yaitu merupakan tujuan kelembagaan, karena dalam upaya
mencapai Tujuan Pendidikan Nasional dibutuhkan adanya lembaga-lembaga
pendidikan yang masing-masing mempunyai tujuan sendiri sesuai dengan jenjang
dan jenis sekolah.
Untuk mencapai tujuan
Institusional, diperlukan adanya sarana-sarana yang berwujud kegiatan
kurikuler, dan masing-masing mempunyai tujuan tersendiri. Tujuan
kurikuler adalah penjabaran dari tujuan Institusional yang diwujudkan dalam
rencana pelajaran, mengandung ketentuan-ketentuan pokok dari kelompok-kelompok
pengetahuan (bidang studi). Tujuan
kurikuler ini dijabarkan lagi menjadi tujuan
Instruksional yaitu perubahan sikap atau tingkah laku yang diharapkan
setelah murid mengikuti program pengajaran.
Kegiatan pendidikan khususnya
kegiatan belajar dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Mereka yang dianggap berhasil adalah yang
dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Hasil belajar yang dicapai akan merupakan ukuran tingkatan pencapaian
tujuan tersebut. Secara statistik
berdasarkan “distribusi normal” seseorang dikatakan berhasil, jika dapat
menguasai sekurang-kurangnya 60% dari tujuan yang harus dicapainya. Teknik yang dapat dipakai ialah dengan
menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai hasil belajar.
2. Perbandingan antara potensi dengan prestasi
Prestasi belajar yang dicapai
seorang murid tergantung dari tingkat potensinya (kemampuan) baik yang berupa
bakat maupun kecerdasan. Anak yang
mempunyai potensi tinggi cenderung dapat memperoleh prestasi yang lebih tinggi
pula, dan sebaliknya anak yang mempunyai potensi rendah akan mendapat prestasi
rendah pula. Murid yang mendapat
kesulitan belajar ialah jika terdapat perbedaan yang besar antara potensi
dengan prestasi. Untuk mengetahui
potensi, dapat dilakukan dengan tes kemampuan yaitu tes bakat atau tes
intelegensi.
3. Kedudukan dalam kelompok
Kedudukan seseorang dalam
kelompoknya akan merupakan ukuran dalam pencapaian hasil belajar. Secara statistik, murid diperkirakan
mengalami kesulitan belajar jika menduduki urutan paling bawah dalam
kelompoknya. Melalui teknik ini guru
dapat mengurutkan seluruh murid berdasarkan nilai yang dicapainya mulai dari
nilai yang tertinggi sampai nilai yang terendah, sehingga setiap murid
memperoleh nomor urut prestasi (ranking).
Teknik lain ialah dengan
membandingkan prestasi belajar setiap murid dengan rata-rata kelompok (dengan
nilai rata-rata kelas). Mereka mendapat
angka dibawah nilai rata-rata kelas, dianggap mengalami kesulitan belajar, baik
secara keseluruhan maupun setiap mata pelajaran.
4. Tingkah laku yang Nampak
Hasil belajar yang dicapai oleh seorang murid
akan nampak dalam tingkah lakunya.
Setiap proses belajar mengajar akan menghasilkan perubahan dalam
aspek-aspek tingkah lakunya. Murid yang
tidak berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola tingkah laku yang
menyimpang. Misalnya menunjukkan sikap
acuh tak acuh, melalaikan tugas, menentang, membolos, menyendiri, dusta, kurang
motivasi serta gangguan emosional lainnya.
Selanjutnya gejala kesulitan belajar akan dimanifestasikan dalam
berbagai jenis kesulitan dalam keseluruhan proses belajar.
G. LANDASAN PEMIKIRAN DIAGNOSIS
DAN PEMECAHAN KESULITAN BELAJAR
Dalam dunia pendidikan, istilah “diagnosis”
merupakan istilah yang relative baru. Dengan demikian semua kegiatan yang
dilakukan oleh uru untuk menemukan kesulitan belajar termasuk kegiatan
diagnosis. Adapun landasan pemikiran perlunya diagnosis dan pemecahan kesulitan
belajar bagi murid-murid sebagai berikut :
1. Setiap murid hendaknya mendapat kesempatan dan
pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan,
bakat dan minatnya.
2. Adanya perbedaan-perbedaan kemampuan,
kecerdasan, bakat, minat dan latar belakang fisik serta sisial masing-masing
murid, maka kemajuan belajar murid dalam satu kelas mungkin tidak sama. Ada
yang murid yang cepat, biasa dan ada yang lambat.
3. System pengajaran di sekolah seharusnya
memberikan kesempatan kepada murid untuk maju sesuai dengan kemampuan sendiri.
Pada waktu di adakan evaluasi akan nampak adanya sejumlah murid yang belum
berhasil mencapai penguasaan materi seperti yang diharapkan.
4. Untuk menghadapi hal-hal tersebut diatas, para
guru dan konselor perlu diperlengkapi dengan pengetahuan, sikap dan
keterampilan dalam hubungannya dengan pengindifikasian kesulitan belajar,
sebab-sebabnya dan pelayanan remedialnya.
Disamping itu kesulitan belajar yang dialami
oleh seseorang akan dapat mempengaruhi kondisi psikologisnya. Murid yang
mengalami kesulitan belajar cenderung akan mengalami kecemasan, frustasi,
gangguan emosional, hambatan penyesuaian diri dan gangguan-gangguan psikologis
yang lain.
Murid yang tergolong pencapai rendah (under
achiever) menunjukkan cirri-ciri
sebagai berikut :
1. Lebih banyak mengalami kecemasan dan kurang
mampu mengontrol diri terhadap kecemasan.
2. Kurang mampu menyesuaikan diri dan kurang
kepercayaan diri.
3. Kurang mampu mengikuti otoritas.
4. Kurang mampu dalam penerimaan social.
5. Lebih banyak mengalami konflik ketergantungan.
6. Kegiatannya kurang berorientasi pada akademik
dan social.
Oleh karena itu kesulitan belajar bukan hanya
merupakan masalah instruksional atau pedagogis saja, tetapi pada dasarnya
merupakan masalah psikologis. Sebagai masalah psikologis, kesulitan belajar
menuntut usaha pemecahan dengan pendekatan yang lebih bersifat psikologis pula.
Mereka yang mengalami kesulitan belajar tidak
hanya dibantu dalam memperoleh keterampilan belajar, tetapi dibantu dalam
memahami dirinya, setrta mengarahkan agar terdapat perkembangan yang
harmonis dan optimal.
H.
KEDUDUKAN
DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR
Apabila telah ditemukan
beberapa murid tidak memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah
ditetapkan, maka kegiatan diagnosis harus ditunjukan terutama kepada :
1. Bakat yang dimiliki murid, yang berbeda antara
satu dan lainnya.
2. Waktu yang tersedia untuk menguasai ruang
lingkup tertentu sesuai dengan bakat murid yang sifatnya individual dan usaha
yang dilakukannya.
3. Ketentuan dan tingkat usaha yang dilakukan
murid dalammenguasai bahan yang dipelajarinya.
4. Kemampuan murid untuk memahami tugas-tugas
belajarnya.
5. Kualitas pengajaran tersedia sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan serta karakteristik individu.
6. Tingkat dari jenis kesulitan cara memperbaiki,
yaitu mengulang cara yang sama atau mengambil alternatif kegiatan lain melalui pengajaran remedial.
I.
PERANAN
GURU DALAM PROSES BELAJAR
Dalam proses
belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan
memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat
segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan
anak. Secara lebih rinci tugas guru
berpusat pada:
1. Mendidik anak dengan titik berat memberikan
arah dan motivasi pencapaian tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan melalui
pengalaman belajar yang memadai.
3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi
seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri.
Melalui peranannya sebagai
pengajar, guru diharapkan mampu mendorong anak untuk senantiasa belajar dalam
berbagai kesempatan melalui berbagai sumber dan media. Guru hendaknyamampu membantu setiap anak
secara efektif, dapat mempergunakan berbagai kesempatan belajar dan berbagai
sumber serta media belajar. Selanjutnya
sangat diharapkan guru dapat memberikan fasilitas yang memadai sehingga murid
dapat belajar secara efektif.
Dari uraian diatas, jelas
bahwa peranan guru telah meningkat dari segala pengajar menjadi sebagai
direktur (pengarah) belajar (director of learning). Sebagai direktur belajar, tugas dan tanggung
jawab guru menjadi lebih meningkat yang ke dalamnya termasuk fungsi-fungsi guru
sebagai perencana pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil belajar,
sebagai motivator belajar, dan sebagai pembimbing.
Sebagai perencana pengajaran,
seorang guru diharapkan mampu untuk merencanakan kegiatan belajar-mengajar
secara efektif. Untuk itu ia harus
memiliki pengetahuan yang cukup tentang prinsip-prinsip belajar sebagai dasar
dalam merancang kegiatan belajar-mengajar, seperti merumuskan tujuan, memiliki
bahan, memilih metode, menetapkan evaluasi, dan sebagainya. Sebagai pengelola pengajaran, seorang guru
harus mampu mengelola seluruh proses kegiatan belajar-mengajar dengan
menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa, sehingga setiap anak dapat
belajar secara efektif dan efisien.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar murid, seorang guru
hendaknya senantiasa secara terus menerus mengikuti hasil-hasil belajar yang
telah dicapai oleh siswa dari waktu ke waktu, informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini akan merupakan umpan balik terhadap proses kegiatan
belajar-mengajar, yang akan dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan
meningkatkan proses belajar-mengajar selanjutnya.
Selanjutnya dalam peranannya
sebagai direktur belajar, hendaknya guru senantiasa berusaha untuk menimbulkan,
memelihara, dan meningkatkan motivasi anak untuk belajar. Ada empat hal yang dapat dikerjakan guru
dalam memberikan motivasi ini yaitu:
a. Membangkitkan dorongan kepada siswa untuk
belajar.
b. Menjelaskan secara konkret kepada siswa apa
yang dapat dilakukan pada akhir pengajaran.
c. Memberikan ganjaran terhadap prestasi yang
dicapai sehingga dapat merangsang untuk mencapai prestasi yang lebih baik
dikemudian hari.
d. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Sebagai direktur belajar guru
sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar-mengajar. Sebagai pembimbing dalam belajar, guru
diharapkan mampu untuk:
a. Mengenal dan memahami setiap murid baik secara
individual maupun kelompok.
b. Memberikan penerangan kepada murid mengenai
hal-hal yang diperlukan dalam proses belajar.
c. Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap
murid dapat belajar sesuai dengan kemampuan pribadinya.
d. Membantu setiap murid dalam mengatasi
masalah-masalah pribadi yang dihadapinya.
e. Menilai keberhasilan setiap langkah kegiatan
yang telah dilakukannya.
Untuk itu para guru hendaknya
memahami prinsip-prinsip bimbingan dan menerapkannya dalam proses belajar
mengajar. Guru yang dapat berperan
sebagai pembimbing yang efektif:
1. Mengajar bidang studi, yaitu guru yang:
a. Dapat menimbulkan minat dan semangat belajar
murid-murid melalui bidang studi yang diajarkannya.
b. Memiliki kecakapan untuk memimpin.
c. Dapat menghubungkan materi pelajaran dengan
pekerjaan-pekerjaan praktis.
2. Hubungan murid dengan guru, yaitu guru yang:
a. Dicari oleh murid untuk memperoleh nasihat dan
bantuan.
b. Mencari kontak dengan murid di luar kelas.
c. Memimpin kegiatan kelompok.
d. Memiliki minat dalam pelayanan sosial.
e. Membuat kontak dengan orang tua murid.
3. Hubungan guru dengan guru, yaitu guru yang:
a. Menunjukkan kecakapan bekerja sama dengan guru
lain.
b. Tidak menimbulkan pertentangan.
c. Menunjukkan kecakapan untuk berdiri sendiri.
d. Menunjukkan kepemimpinan yang baik dan tidak
mementingkan diri sendiri.
4. Pencatatan dan penelitian, yaitu guru yang:
a. Mempunyai sikap ilmiah objektif.
b. Lebih suka mengukur dan tidak menebak.
c. Berminat dalam masalah-masalah penelitian.
d. Efisien dalam pekerjaan tulis menulis.
e. Melihat kesempatan untuk penelitian dalam
kegiatan-kegiatan tulis menulis.
5. Sikap professional, yaitu guru yang:
a. Sukarela untuk melakukan pekerjaan ekstra.
b. Telah menunjukkan dapat menyesuaikan diri dan
sabar.
c. Memiliki sikap yang konstruktif dan rasa
tanggung jawab.
d. Berkemauan untuk melatih diri.
e. Memiliki semangat untuk memberikan layanan
kepada siswa, sekolah, dan masyarakat.
J. USAHA MENGATASI KESULITAN
BELAJAR
Mengatasi
Kuselitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari factor-faktor kesulitan belajar
sebagaimana diuraikan di atas. Karena itu, mencari sumber penyebab utama dan
sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah menjadi mutlak adanya dalam
rangka mengatasi kesulitan belajar.
Secara
garis besar, langkah-langkah yang diperlukan ditempuh dalam rangka mengatasi
kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu :
1. Penumpulan data
2. Pengolahan data
3. Diagnosis
4. Prognosis
5. Treatment/perlakuan
6. Evaluasi.
Adapun penjelasan dari 6 langkah tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan
belajar, diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka
perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data.
Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data dapat dipergunakan
berbagai metode, di antaranya adalah :
a. Observasi
b. Kunjungan rumah
c. Case study
d. Case history
e. Daftar pribadi
f. Meneliti pekerjaan anak.
g. Tugas kelompok
h. Melaksanakan tes (baik tes IQ maupun tes
prestasi/achievement test).
Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut
tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada
masalahnya, kompleks atau tidak.
2. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul dari kegiatan tahap
oertama tersebut, tidak ada artinya jika tidak diadakan pengolahan secara
cermat.
Dalam pengolahan data, langkah yang dapat
ditempuh antara lain adalah :
a. Identifikasi kasus.
b. Membandingkan antar-kasus.
c. Membandingkan dengan hasil test, dan
d. Menarik kesimpulan.
3. Diagnosis
Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai
hasil dari pengolahan data. Diagnosis ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut
:
a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak
(berat dan ringannya).
b. Keputusan mengenai factor-faktor yang ikut
menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
c. Keputusan mengenai factor utama penyebab
kesulitan belajar dan sebagainya.
Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan
berbagai bantuan tenaga ahli, mislanya :
a. Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
b. Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
c. Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
d. Social worker, untuk mengetahui kelainan social
yang mungkin dialami anak.
e. Ortopedagogik, untuk mengetahui
kelainan-kelainan yang ada pada anak.
f. Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan
belajar anak selama di sekolah.
g. Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak
di rumah. Dan sebagainya tergantung pada kebutuhan.
4. Prognosis
Prognosis artinya “ramalan”. Apa yang telah
ditetapkan dalam tahap diagnosis, akan menjadi dasar utama dalam penyusunan dan
menetapkan ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk
membantu mengatasi masalahnya.
Dalam hal ini dapat berupa :
-
Bentuk treatment yang harus
diberikan.
-
Bahan/materi yang diperlukan.
-
Metode yang akan digunakan.
-
Alat-alat bantu belajar
mengajar yang diperlukan.
-
Waktu (kapan kegiatan itu
dilaksanakan).
Pendek kata, prognosis adalah merupakan
aktivitas penyusunan rencana/program yang diharapkan dapat membantu mengatasi
masalah kesulitan belajar anak didik.
5. Treatment (perlakuan)
Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan
adalah :
-
Melalui bimbingan belajar
kelompok,
-
Melalui bimbingan belajar
individual,
-
Melalui pengajaran remedial
dalam beberapa bidang studi tertentu,
-
Pemberian bimbingan pribadi
untuk mengatasi masalah-masalah psikologis,
-
Melalui bimbingan orang tua,
dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
Sebaiknya kalau bentuk treatmentnya adalah
memberikan pengajaran remedial dalam bidang studi matematika, maka guru matematikalah
yang lebih tepat untuk melaksanakan treatment tersebut, dan seterusnya.
6. Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui,
apakah treatment yang telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya
ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali.
Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil
treatment yang kurang berhasil, maka secara teoretis langkah-langkah yang perlu
ditempuh, adalah sebagai berikut :
a. Re-ceking data (baik itu pengumpulan maupun
pengolahan data).
b. Re-diagnosis.
c. Re-prognosis.
d. Re-trestment.
e. Re-evaluasi.
1. Cepat dalam belajar
Anak
yang tergolong cepat dalam belajar, pada umunya dapat menyelesaikan
kegiatan belajar dalam waktu lebih cepat dari yang diperkirakan. Mereka tidak
memerlukan waktu yang lama untuk memecahkan suatu masalah karena lebih mudah
menerima materi pelajaran.
Karena cepatnya dalam belajar, maka golongan
ini sering mengalami kesulitan dalam penyesuaian belajar karena pada umumnya
kegiatan belajar di sekolah menggunakan ukuran rata-rata.
2. Lambat Dalam Belajar
Dilihat dari tingkat kecerdasannya, pada
umumnya anak golongan lambat belajar, memiliki taraf kecerdasan di bawah
rata-rata. Anak golongan ini memerlukan perhatian khusus, antara lain melalui
penempatan pada kelas-kelas khusus atau pelajaran-pelajaran tambahan dalam
program pengajaran remedial.
3. Anak kreatif
Anak kreatif ini umunya anak dari golongan
cepat, tapi banyak pula dari golongan normal (rata-rata). Anak golongan ini
menunjukkan kreativitas dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Dalam kegiatan belajar anak golongan kreatif
lebih mampu menemukan masalah-masalah dan mampu memecahkan masalah.
Adanya beberapa jenis sifat
murid tersebut dapat mempengaruhi proses belajar dan dapat menimbulkan beberapa
akibat tertentu di antaranya adalah anak putus belajar (drop-out), dan
berprestasi kurang (underachiever).
-
Anak drop-out
-
Anak yang tergolong drop-out
ialah mereka yang tidak berhasil menyelesaikan studinya atau gagal dalam
kegiatannya.
-
Sebab dari drop-out ini
banyak, di samping sebab yang terletak pada diri murid sendiri, juga terdapat
sebab-sebab lain seperti kurikulum,
metode mengajar, lingkungan masyarakat, keluarga.
Anak berprestasi kurang (underachiever)
Anak yang tergolong underachiever
adalah anak yang memiliki taraf inteligensi yang tergolong tinggi akan
tetapi prestasi belajar yang dicapainya tergolong rendah.
Gejala berprestasi kurang ini
sesungguhnya dirasakan sebagai salah satu masalah dalam belajar karena secara
ptensial mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh prestasi belajar yang
lebih tinggi.
Anak-anak dari golongan ini
memerlukan perhatiannya yang sibaik-baiknya dari para guru dan terutama para
petugas bimbingan di sekolah.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kesulitan belajar dapat
berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik
dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan
mengeja atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti
mendengarkan, berbicara, dan berfikir.
Untuk menandai individu yang
mengalami kesulitan belajar, maka diperlukan suatu patokan untuk menetapkan
gejala kesulitan belajar itu sendiri.
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menemukan kesulitan belajar
termasuk kegiatan diagnosis. Apabila telah ditemukan beberapa murid tidak
memenuhi kriteria persyaratan ketuntasan yang telah ditetapkan, maka kegiatan
diagnosis
Dalam proses
belajar-mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing dan
memberikan fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan.Mencari
sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab peserta lainnya, adalah
menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
0 komentar:
Posting Komentar